Selasa, 24 November 2009

System radio fixed services point-to-point atau point-to-multipoint


Di Indonesia penggunaan system radio fixed services point-to-point atau point-to-multipoint dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.      Sistem Komunikasi Radio HF.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.53 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit pasal 22, permohonan izin stasiun radio untuk komunikasi point-to-point dengan lingkup terbatas tidak perlu menyertakan izin penyelenggaraan telekomunikasi.
Untuk hubungan komunikasi radio yang dapat melintasi batas wilayah negara, harus dilakukan terlebih dahulu koordinasi frekuensi dengan negara lain. Sebagai contoh adalah penggunaan frekuensi HF yang dapat menjangkau ribuan kilometer, sehingga dapat menjangkau negara lain. Komunikasi radio HF menggunakan gelombang langit (skywave) yang bergantung pada kondisi ionosfir yang bervariasi dari siang dan malam, waktu ke waktu serta posisi pemancar dan penerima. Diperlukan sejumlah frekuensi yang berbeda untuk system komunikasi radio HF yang baik.
2.      Sistem Komunikasi Radio VHF/UHF.
Digunakan untuk penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus, untuk keperluan sendiri oleh badan hukum baik BUMN maupun perusahaan swasta. Sebelum UU No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi ditetapkan, istilah yang digunakan adalah Radio Konsesi.
Pada beberapa pita frekuensi, digunakan pula untuk penyelenggaraan telekomunikasi Bergerak Terrestrial seperti Radio Trunking dan Radio Paging yang memiliki wilayah layanan dan alokasi pita frekuensi Eksklusif. Dirjen Postel tidak akan memberikan izin baru untuk izin stasiun radio konsesi / telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri tersebut.

3.      Sistem Komunikasi Radio Microwave Link.
Sistem komunikasi radio microwave link beroperasi pada pita frekuensi radio 1 s/d 60 GHz. Pita frekuensi di bawah 12 GHz, umumnya digunakan untuk aplikasi Radio-relay jarak jauh karena karakteristik propagasi yang mendukung. Sebagai konsekuensinya, pita frekuensi ini sangat padat digunakan, terutama di kota-kota besar.
Sebagai tambahan, bahwa pada pita frekuensi 1-3 GHz juga digunakan untuk sistem-sistem Komunikasi Tetap, Bergerak maupun Satelit. Misal GSM 1800, WLL, CDMA 1900, IMT 2000, Satelit Broadcasting Cakrawarta I. Karena itu Dirjen Postel tidak akan menetapkan izin baru bagi microwave link di pita 1-3 GHz tersebut. Sejumlah pengguna microwave link yang telah beroperasi sejak tahun 1990-an pita 1-3 GHz, akan sedikit demi sedikit dikurangi dan tidak diperpanjang izinnya lagi.
Sejak pertama kali mengudara sampai sekarang ini, radio broadcasting sebagai salah satu media penyiaran, menempati posisi cukup penting dalam ikut mencerdaskan kehidupan umat manusia. Radio semakin dirasakan sebagai sarana yang efektif untuk menyampaikan berita-berita maupun informasi penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Radio semakin dapat dijadikan saksi untuk berbagai peristiwa dalam interaksi kehidupan umat manusia modern. Salah satu penyebabnya adalah semakin berkembangnya perangkat penerima (radio receiver) yang berkualitas, namun harga semakin terjangkau, sehingga hampir semua lapisan masyarakat, baik yang hidup di kota-kota besar, di daerah pinggiran kota maupun di pedesaan dan bahkan di daerah pegunungan mampu untuk memilikinya.
Untuk penggunaan standar pre-emphasis di sisi transmitter, para broadcaster di negara kita lebih banyak mengacu pada rekomendasi CCIR, yaitu menggunakan pre-emphasis 50 µs, namun biasanya perangkat FM transmitter yang ada di pasaran, selalu dilengkapi dengan minimal 3 pilihan pre-emphasis yaitu berturut-turut 0 (OFF), 50 µs dan 75 µs. Pre-emphases adalah suatu proses pengolahan (penguatan) signal audio yang dilakukan sebelum sinyal audio dimodulasi, yang bertujuan untuk meningkatkan signal to noise ratio agar audio yang diproses / ditransmisikan relatif tidak terpengaruh oleh noise bila ditransmisikan pada gelombang FM, yang memiliki frekuensi relatif tinggi. Hal ini perlu dilakukan karena semakin tinggi frekuensi, akan semakin tinggi pula kemungkinan timbulnya noise. Proses de-emphasis dilakukan pada sisi pesawat penerima (receiver) untuk mengembalikan audio pada amplitudo aslinya sebelum diteruskan kepada system pengolah / penguat audio (audio amplifier). Pemilihan pre-emphasis dan de-emphasis yang sesuai perlu dilakukan, untuk mencegah timbulnya cacat pada sisi penerima (receiver). Penggunaan pre-emphasis yang tidak sesuai akan berpengaruh pada frequency response, khususnya akan dapat dirasakan di sisi pesawat penerima.

1 komentar:

untuk saat ini.. karena keterbatasan saya.. gambar belum bisa diposting.. akan diusahakan secepatnya..